Jakarta - Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) sudah mengeluarkan laporan pendahuluan terkait pesawat Lion Air PK-LKS yang nyosor di perairan Bali. KNKT mengimbau agar saat kritis, seperti take off dan landing, pesawat hendaknya dikendalikan pilot, bukan kopilot.
Berikut 3 rekomendasi KNKT yang dimuat dalam situsnya, atas laporan pendahuluan dengan temuan bahwa saat mendarat, ternyata pesawat Boeing 737-800 NG dikendalikan oleh Kopilot, bukan pilot.
1. Menekankan pada pilot, pentingnya mematuhi SOP ketinggian minimal terbang menjelang pendaratan ketika referensi visual tak bisa diperoleh di ketinggian minimal.
Dalam laporannya, ketinggian minimal terbang standar menjelang pendaratan di Bandara Ngurah Rai adalah 465 kaki, di atas daratan. Namun, ternyata daratan tetap tak terlihat saat ketinggian pesawat sudah 150 kaki di atas daratan.
2. Untuk meninjau kebijakan dan prosedur terkait risiko pengambilalihan kendali pesawat saat ketinggian kritis atau waktu yang kritis.
KNKT dalam hal ini menemukan, bahwa saat pendaratan, kemudi diambil alih oleh kopilot, dan bukan pilot. Saat ketinggian 900 kaki di atas daratan, kopilot sudah mengatakan tak bisa melihat runway. Kemudian pesawat diambil alih oleh pilot hingga ketinggian 150 kaki. Di ketinggian 150 kaki itu, kopilot mengambil alih kemudi pesawat, dan tetap menyatakan tak bisa melihat runway.
3. Memastikan pilot dilatih dengan baik dalam pelatihan awal, rutin dan berulang, dengan memprogramkan pelatihan alih kemudi pesawat saat ketinggian kritis dan waktu kritis.
Ketua Sub Komite Udara KNKT, Masruri ketika dikonfirmasi membenarkan agar Lion memperhatikan mekanisme pengalihan kemudi pesawat pada masa kritis itu.
"Ya kami mengusulkan supaya begitu. Faktualnya memang Second In Command (SIC/kopilot, red) saat itu. Nah, kenapa seperti itu, nanti ya di final report," jelas Masruri, Kamis (16/5/2013).
Berikut 3 rekomendasi KNKT yang dimuat dalam situsnya, atas laporan pendahuluan dengan temuan bahwa saat mendarat, ternyata pesawat Boeing 737-800 NG dikendalikan oleh Kopilot, bukan pilot.
1. Menekankan pada pilot, pentingnya mematuhi SOP ketinggian minimal terbang menjelang pendaratan ketika referensi visual tak bisa diperoleh di ketinggian minimal.
Dalam laporannya, ketinggian minimal terbang standar menjelang pendaratan di Bandara Ngurah Rai adalah 465 kaki, di atas daratan. Namun, ternyata daratan tetap tak terlihat saat ketinggian pesawat sudah 150 kaki di atas daratan.
2. Untuk meninjau kebijakan dan prosedur terkait risiko pengambilalihan kendali pesawat saat ketinggian kritis atau waktu yang kritis.
KNKT dalam hal ini menemukan, bahwa saat pendaratan, kemudi diambil alih oleh kopilot, dan bukan pilot. Saat ketinggian 900 kaki di atas daratan, kopilot sudah mengatakan tak bisa melihat runway. Kemudian pesawat diambil alih oleh pilot hingga ketinggian 150 kaki. Di ketinggian 150 kaki itu, kopilot mengambil alih kemudi pesawat, dan tetap menyatakan tak bisa melihat runway.
3. Memastikan pilot dilatih dengan baik dalam pelatihan awal, rutin dan berulang, dengan memprogramkan pelatihan alih kemudi pesawat saat ketinggian kritis dan waktu kritis.
Ketua Sub Komite Udara KNKT, Masruri ketika dikonfirmasi membenarkan agar Lion memperhatikan mekanisme pengalihan kemudi pesawat pada masa kritis itu.
"Ya kami mengusulkan supaya begitu. Faktualnya memang Second In Command (SIC/kopilot, red) saat itu. Nah, kenapa seperti itu, nanti ya di final report," jelas Masruri, Kamis (16/5/2013).
referensi