Jelang rencana penganugerahan World Statesman dari The Appeal of Conscience Foundation
di New York, Amerika Serikat, untuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
atas keberpihakan kepada minoritas, kritik datang dari negara pemberi
penghargaan.
Pemerintah AS, Kamis (23/5), menaruh perhatian atas meningkatnya
serangan kepada kelompok agama minoritas di Indonesia. Sementara
organisasi hak asasi manusia menuduh Washington meremehkan masalah ini
demi menciptakan hubungan yang baik dengan Jakarta.
Kalangan legislatif AS, khususnya yang membidangi masalah hukum dan
HAM, menyerukan tindakan lebih tegas dan reformasi hukum guna melindungi
seluruh kelompok minoritas.
Padahal sebelumnya, Senin (20/5), Presiden Amerika Serikat Barack
Obama terang memuji Indonesia di depan pemimpin Myanmar, Thein Sein.
Obama juga meminta Myanmar mencontoh Indonesia dalam keberagaman budaya
dan agama.
“Sangat tak masuk akal kalau Myanmar bisa melakukan hal kekerasan
seperti itu terhadap umat Islam. Di Indonesia saja umat Buddha yang
minoritas bisa hidup berdampingan dengan damai dengan kaum mayoritas
muslim,” katanya.
Namun, dalam pertemuan Kamis, justru minimnya perlindungan dan makin
tegasnya diskriminasi terhadap penganut Ahmadiyah, Syiah dan Kristen di
Indonesia, disoroti AS.
Anggota Komisi Hak Asasi Manusia di parlemen, Tom Lantos,
menyampaikan hal ini dalam dengar pendapat di Capitol Hill saat
menyoroti situasi yang terjadi di Indonesia.
Komisi yang diketuai politikus Partai Demokrat James P McGovern ini
mengutip data Setara Institute, yang menemukan ada 264 tindak kekerasan
terhadap kelompok agama minoritas pada 2012, atau mengalami kenaikan
dibandingkan 2010 yang mencapai 216 yang dilakukan kelompok Islam
radikal.
Pejabat senior Deplu AS Dan Baer menyatakan serangan-serangan
tersebut tidak ditanggapi secara efektif oleh pemerintah Indonesia.
Kondisi ini menodai toleransi keagamaan yang ingin diwujudkan di
Indonesia.
Ia juga merujuk pada kecenderungan negatif yang terjadi, termasuk
penutupan paksa 50 buah gereja tahun 2012 dan masjid-masjid yang
dimiliki Ahmadiyah.
Namun, organisasi Human Rights Watch mengkritik respons
pemerintah AS, dengan menyatakan Washington tidak berani mengakui secara
terbuka tindak kekerasan keagamaan di Indonesia makin memburuk.
“Mobilisasi kelompok Islam radikal untuk menyerang kelompok agama
minoritas meningkat dan mereka seperti tak tersentuh hukum,” kata John
Sifton, direktur advokasi organisasi HAM untuk Asia dalam dengar
pendapat di kongres.
Sebuah laporan tahunan Deplu AS yang dipublikasikan minggu lalu
menyebutkan penghormatan pemerintah Indonesia terhadap kebebasan
beragama tidak mengalami perubahan signifikan sepanjang 2012.
“Hubungan AS dengan Indonesia amat baik, namun hubungan dalam bidang
hak asasi manusia amat kehilangan makna,” kata Direktur Advokasi Amnesty
International T Kumar.
Ia mendesak pemerintah Obama agar melakukan tekanan pada Indonesia
untuk membebaskan 70 tahanan politik dan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono diminta memublikasikan secara terbuka kematian aktivis HAM
Munir Said Thalib yang diracun arsenik tahun 2004.
Kekerasan itu hanya bagian dari kepentingan yang politik yang tak terlihat, komentar juga dong ke blog saya myfamilylifestyle.blogspot.com
BalasHapusOkey sob...
HapusThanks udah berkunjung.
Hukum memang tidak berkutik terhadap kelompok agama mayoritas di negara ini. Embel2 negara sebagai negara hukum itu hanya diatas kertas dan sebatas teori.
BalasHapusBukan saya pesimis sebagai warganegara, tapi saya hanya mencoba untuk realistis.
Negara ini udah maju sob. Presiden dapat penghargaan di bidang Hak Asasi, karena dia telah berhasil menerapkan sistem "auto pilot" bagi rakyatnya untuk mengatur sendiri jalannya kebebasan beragama.
HapusWkwkwkwk...