Sejumlah kalangan di Indonesia, termasuk kelompok
minoritas, memrotes pemberian penghargaan kepada Presiden Yudhoyono,
oleh sebuah yayasan AS, Appeal of Conscience Foundation akhir Mei ini di
New York.
Akhir bulan Mei nanti sebuah lembaga yang
mempromosikan perdamaian, demokrasi dan toleransi serta dialog antar
kepercayaan yang berpusat di New York, akan menganugerahkan “Penghargaan
Negarawan Dunia 2013” kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Sejumlah kalangan di Indonesia – termasuk kelompok minoritas – memrotes pemberian penghargaan ini. Menteri Luar Negeri Indonesia yang ditemui VOA di Washington menilai ini sebagai “ironi”.
Frans Magnis Suseno mengatakan, “Saya seorang pastor Katholik dan profesor filsafat di Jakarta. Di Indonesia kami mengetahui bahwa anda akan memberikan hadiah negarawan dunia tahun ini kepada Presiden kami – Susilo Bambang Yudhoyono – oleh karena jasa-jasanya dalam kaitan toleransi beragama. Ini sangat memalukan, sangat memalukan bagi anda. Ini mendiskreditkan seluruh klaim anda sebagai lembaga yang bertujuan moral”.
Ini petikan dari surat yang dikirim Frans Magnis-Suseno – seorang pastor dan profesor ilmu filsafat di Jakarta, yang dikirim ke “Appeal of Conscience Foundation” – yayasan yang akan menganugerahkan “2013 World Statesman Award” atau “Penghargaan Negarawan Dunia 2013” kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhir Mei nanti.
Menurut Frans Magnis-Suseno, Presiden SBY tidak layak menerima penghargaan itu karena tidak pernah berupaya melindungi kelompok minoritas di Indonesia. Dalam surat protesnya, Frans Magnis-Suseno menyebut kesulitan warga Kristen memperoleh ijin mendirikan tempat ibadah, meningkatnya jumlah gereja yang ditutup dan banyaknya peraturan untuk sekedar melakukan kebaktian secara terbuka. Surat itu juga menyebut tekanan terhadap aliran Ahmadiah dan Syiah yang dinilai pemerintah menyimpang dari ajaran Islam.
Protes serupa juga dilancarkan sekelompok masyarakat secara online melalui “Change.org”. Petisi yang digulirkan lewat media sosial Facebook dan Twitter sejak hari Rabu, telah ditandatangani lebih dari 750 orang.
Namun Menteri Luar Negeri Indonesia Marti Natalegawa yang ditemui di sela-sela Konferensi Indonesia di Washington Kamis pagi, menyayangkan protes dan petisi menolak penghargaan itu. Ia menyebutnya sebagai ironi.
“Di masa lalu dunia memiliki ‘deficit-trust’ pada Indonesia, kita yang di dalam negeri berupaya keras mempromosikan Indonesia dengan meminta dunia memberi kesempatan dan tidak bersikap apriori terlebih dahulu. Berkat upaya kita di dalam negeri dengan mendorong pembangunan ekonomi dan reformasi dll, lalu menyampaikan pesan itu kepada dunia, dan setelah sekian lama dunia pun mengakui. Sekarang justru ironi karena kita di dalam negeri justru tidak mengakui kemajuan itu,” ujar Marti Natalegawa.
Lebih jauh Menteri Luar Negeri Marti Natalegawa mengatakan Presiden SBY memahami banyak perbaikan harus dilakukan di Indonesia. Menurutnya, setiap rapat kabinet atau pertemuan khusus dengan Presiden SBY, beliau selalu meminta para menteri melaporkan masalah yang ada dan upaya memperbaikinya, termasuk soal kelompok minoritas.
Marti menambahkan, “Presiden SBY selalu mengatakan tampilkan Indonesia apa adanya, tidak perlu bicara soal kemajuan karena biar orang lain yang bicara soal kemajuan Indonesia. Saya – maksudnya Presiden SBY – justru menyampaikan persoalan yang kita hadapi dan upaya mengatasinya. Beliau justru yang minta kami laporkan kekurangan yang ada dan upaya memperbaikinya. Jadi kalau sekarang masyarakat internasional menganugerahkan penghargaan kepada Presiden SBY, berarti itu khan juga kepada Indonesia. Bukan berarti Indonesia sudah 100% baik. Ini penghargaan atas upaya yang telah dilakukan Indonesia, yang tentunya akan terus didorong kemajuannya. Protes atas penghargaan ini justru memberikan “mix-signal” ke luar negeri”.
Menurut pernyataan pers yang dikeluarkan juru bicara kepresidenan Julian Aldrin Pasha, “World Statesman Award 2013” atau “Penghargaan Negarawan Dunia 2013” itu akan diberikan oleh Rabbi Arthur Schneier di New York pada 30 Mei mendatang. Seharusnya penghargaan itu diberikan pada bulan November, tetapi karena pada akhir Mei ini Presiden SBY akan menghadiri sidang PBB di New York, maka upacara penganugerahan dipercepat.
“Appeal of Conscience Foundation” adalah sebuah yayasan yang didirikan oleh Rabbi Arthur Scheier pada tahun 1965 dan telah memberikan penghargaan tahunan “World Statesman Awards” kepada para tokoh yang dinilai berjasa dalam bidang kebebasan beragama, HAM, peningkatan perdamaian, toleransi dan penyelesaian konflik antar-etnis. Tokoh-tokoh yang pernah menerima penghargaan ini antara lain mantan Perdana Menteri Inggris Gordon Brown tahun 2009, mantan Presiden Korea Selatan Lee Myung-Bak tahun 2011, dan Perdana Menteri Kanada Stephen Harper tahun 2012 lalu.
Sejumlah kalangan di Indonesia – termasuk kelompok minoritas – memrotes pemberian penghargaan ini. Menteri Luar Negeri Indonesia yang ditemui VOA di Washington menilai ini sebagai “ironi”.
Frans Magnis Suseno mengatakan, “Saya seorang pastor Katholik dan profesor filsafat di Jakarta. Di Indonesia kami mengetahui bahwa anda akan memberikan hadiah negarawan dunia tahun ini kepada Presiden kami – Susilo Bambang Yudhoyono – oleh karena jasa-jasanya dalam kaitan toleransi beragama. Ini sangat memalukan, sangat memalukan bagi anda. Ini mendiskreditkan seluruh klaim anda sebagai lembaga yang bertujuan moral”.
Ini petikan dari surat yang dikirim Frans Magnis-Suseno – seorang pastor dan profesor ilmu filsafat di Jakarta, yang dikirim ke “Appeal of Conscience Foundation” – yayasan yang akan menganugerahkan “2013 World Statesman Award” atau “Penghargaan Negarawan Dunia 2013” kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhir Mei nanti.
Menurut Frans Magnis-Suseno, Presiden SBY tidak layak menerima penghargaan itu karena tidak pernah berupaya melindungi kelompok minoritas di Indonesia. Dalam surat protesnya, Frans Magnis-Suseno menyebut kesulitan warga Kristen memperoleh ijin mendirikan tempat ibadah, meningkatnya jumlah gereja yang ditutup dan banyaknya peraturan untuk sekedar melakukan kebaktian secara terbuka. Surat itu juga menyebut tekanan terhadap aliran Ahmadiah dan Syiah yang dinilai pemerintah menyimpang dari ajaran Islam.
Protes serupa juga dilancarkan sekelompok masyarakat secara online melalui “Change.org”. Petisi yang digulirkan lewat media sosial Facebook dan Twitter sejak hari Rabu, telah ditandatangani lebih dari 750 orang.
Namun Menteri Luar Negeri Indonesia Marti Natalegawa yang ditemui di sela-sela Konferensi Indonesia di Washington Kamis pagi, menyayangkan protes dan petisi menolak penghargaan itu. Ia menyebutnya sebagai ironi.
“Di masa lalu dunia memiliki ‘deficit-trust’ pada Indonesia, kita yang di dalam negeri berupaya keras mempromosikan Indonesia dengan meminta dunia memberi kesempatan dan tidak bersikap apriori terlebih dahulu. Berkat upaya kita di dalam negeri dengan mendorong pembangunan ekonomi dan reformasi dll, lalu menyampaikan pesan itu kepada dunia, dan setelah sekian lama dunia pun mengakui. Sekarang justru ironi karena kita di dalam negeri justru tidak mengakui kemajuan itu,” ujar Marti Natalegawa.
Lebih jauh Menteri Luar Negeri Marti Natalegawa mengatakan Presiden SBY memahami banyak perbaikan harus dilakukan di Indonesia. Menurutnya, setiap rapat kabinet atau pertemuan khusus dengan Presiden SBY, beliau selalu meminta para menteri melaporkan masalah yang ada dan upaya memperbaikinya, termasuk soal kelompok minoritas.
Marti menambahkan, “Presiden SBY selalu mengatakan tampilkan Indonesia apa adanya, tidak perlu bicara soal kemajuan karena biar orang lain yang bicara soal kemajuan Indonesia. Saya – maksudnya Presiden SBY – justru menyampaikan persoalan yang kita hadapi dan upaya mengatasinya. Beliau justru yang minta kami laporkan kekurangan yang ada dan upaya memperbaikinya. Jadi kalau sekarang masyarakat internasional menganugerahkan penghargaan kepada Presiden SBY, berarti itu khan juga kepada Indonesia. Bukan berarti Indonesia sudah 100% baik. Ini penghargaan atas upaya yang telah dilakukan Indonesia, yang tentunya akan terus didorong kemajuannya. Protes atas penghargaan ini justru memberikan “mix-signal” ke luar negeri”.
Menurut pernyataan pers yang dikeluarkan juru bicara kepresidenan Julian Aldrin Pasha, “World Statesman Award 2013” atau “Penghargaan Negarawan Dunia 2013” itu akan diberikan oleh Rabbi Arthur Schneier di New York pada 30 Mei mendatang. Seharusnya penghargaan itu diberikan pada bulan November, tetapi karena pada akhir Mei ini Presiden SBY akan menghadiri sidang PBB di New York, maka upacara penganugerahan dipercepat.
“Appeal of Conscience Foundation” adalah sebuah yayasan yang didirikan oleh Rabbi Arthur Scheier pada tahun 1965 dan telah memberikan penghargaan tahunan “World Statesman Awards” kepada para tokoh yang dinilai berjasa dalam bidang kebebasan beragama, HAM, peningkatan perdamaian, toleransi dan penyelesaian konflik antar-etnis. Tokoh-tokoh yang pernah menerima penghargaan ini antara lain mantan Perdana Menteri Inggris Gordon Brown tahun 2009, mantan Presiden Korea Selatan Lee Myung-Bak tahun 2011, dan Perdana Menteri Kanada Stephen Harper tahun 2012 lalu.